itemscope='' itemtype='http://schema.org/WebPage'>

23.50
0


  • Penulis : Fajar Rahman, Jurnalis Sepak Bola
  • Source : Official Persib 
  • Posted :  Ikhbal Jungo

 

Lama sudah PERSIB tak menjadi juara. Angkat trofi tertinggi liga sepak bola Indonesia bagi Maung Bandung terakhir kali terjadi pada 30 Juli 1995 saat era Liga Indonesia pertama kali digulirkan. Gol tunggal Sutiono Lamso ke gawang Petrokimia Putra yang dijaga Darryl Sinerine menjadi momen emas terakhir bagi publik Jawa Barat dan Bandung di kancah sepak bola Indonesia.

Tahun demi tahun berganti hingga hampir dua dasawarsa sudah PERSIB puasa gelar. Hanya piala turnamen pra musim dan persahabatan saja yang mampir ke Bandung. Salah satunya trofi Celebes Cup musim lalu yang diantarkan Djadjang Nurdjaman.
Kini, setidaknya ada empat tanda-tanda dahaga gelar PERSIB akan terobati. Ada beberapa hal yang membuat angkat trofi ke Bandung itu bisa saja terjadi.

Namun sebelum anda membaca satu persatu alasan nanti, sebaiknya anda pahami kalau ini hanya ulasan. Bau mitos, kebetulan dan mungkin Anda menganggap tendensius karena tertulis di web resmi PERSIB, itu semua hanyalah pelengkap. Sekali lagi, ini hanya ulasan. Pembuktian tetap lah ada di akhir musim depan.

Plus satu lagi sebelum melanjutkan ke halaman berikut, kesampingkan dulu apatisme terhadap sepak bola Indonesia yang akhir-akhir ini mulai menyeruak kembali. Setingan juara atau mafia sepak bola dan yang lain-lain, ada baiknya kita singkirkan dulu. Mari kita kembalikan ke lapangan.









1. Terulangnya Liga Gabungan

Ada satu hal yang perlu digaris bawahi ketika PERSIB menjuarai Liga Indonesia I musim 1994-1995. Yakni, liga tersebut merupakan era liga baru yang merupakan gabungan dari Perserikatan dan Galatama.

Kini, liga yang akan bergulir juga merupakan gabungan. Liga yang banyak orang mulai menyebutnya dengan Liga Unifikasi ini adalah penyatuan dari Indonesian Premier League (IPL) dan Indonesia Super League (ISL).

Kalau parameter ini yang membuat sejarah berulang, bisa saja PERSIB yang pertama menjuarai liga gabungan ini.
Namun, masih ada parameter yang bisa menjadi penghambat hipotesa ini. Sebelum menjadi juara untuk musim 1994-1995 itu, PERSIB merupakan merupkan juara dari kompetisi Perserikatan. Kali ini tidak.

Atau kalau dirunut dengan siklus 20 tahunan. PERSIB setidaknya masih butuh setahun lagi untuk menjadi juara. Who knows?



2. Dipertahankannya Djadjang Nurdjaman

Dipertahankannya pelatih yang karib disapa Djadjang Nurdjaman oleh manajemen merupakan modal bagi PERSIB untuk menapaki tangga podium juara nantinya.

Sebab, yang pertama, gelar juara seolah mengiringi kebersamaan Djadjang dengan PERSIB. Ya, pelatih yang biasa disapa Djanur ini lah asisten dari Indra Thohir saat Maung Bandung menjuarai Liga Indonesia I 1994-1995. Sementara semasa menjadi pemain Maung Bandung, tiga kali gelar juara Kompetisi Perserikatan pada 1986, 1989-1990 dan 1993-1994 mampu dibawa ke Bandung oleh pelatih kelahiran Majalengka ini.

Bahkan, pertandingan final menghadapi Perseman Manokwari di Stadion Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno) diakuinya sebagai kenangan yang tak akan pernah ia lupakan semasa hidupnya. Kala itu, Djadjang merupakan pahlawan kemenangan PERSIB lewat gol tunggal yang dicetaknya pada menit ke-77.

Kalau kepercayaan manajemen pada Djadjang di musim pertamanya langsung dibalas dengan gelar Celebes Cup dan finis di peringkat musim lalu, bukan tak mungkin gelar juara liga lah yang akan datang pada musim ini.
Modal kedua adalah PERSIB saat menjuarai Liga Indonesia I kala itu mempertahankan pelatihnya. Indra Thohir di era Perserikatan tetap dipertahankan saat memasuki liga gabungan dengan Galatama. Sama persis dengan kali ini. Djanur dipertahankan di era liga gabungan yang baru.

Selain itu, dipertahankannya Djadjang adalah mempertahankan kebersamaan di PERSIB yang sudah terjalin sejak musim lalu. Meski terlihat paling aktif di bursa transfer dengan mendatangkan setidaknya tujuh pemain baru, tapi itu hanyalah untuk menambal kelemahan dan menambah kekuatan. Djadjang tidak merombak total. Kebersamaan tetap ia jaga dari sekitar 60% pemain yang dipertahankan. Terutama pemain kuncinya dari skema serangan 4-2-3-1 miliknya macam Hariono, M Ridwan, Tony Sucipto, Supardi, Firman Utina.

Kalau kepercayaan manajemen pada Djadjang di musim pertamanya langsung dibalas dengan gelar Celebes Cup dan finish di empat besar musim lalu, bukan tak mungkin gelar juara akan diraih musim ini.



3. Tak Ada Intervensi Manajemen

Target juara adalah hal yang wajar dibebankan sebuah manajemen kepada timnya. Apalagi bagi tim yang haus juara sejak lama. Seperti manajemen PERSIB yang selalu menargetkan juara pada setiap musimnya. Itu bukan bentuk intervensi, tapi motivasi.

Sudah berkali-kali manajer Umuh Muhtar membantah kalau ada intervensi dari manajemen kepada timnya. Hal itu dibuktikannya dengan membebaskan Djadjang Nurdjaman untuk memilih sekaligus mendepak mana sekiranya pemain yang tidak sesuai dengan skemanya.

Anggaran dana belanja pemain pun disediakan untuk Djadjang agar ia merekrut pemain bermental juara. Bukan sekadar berlabel bintang.

Tak ada intervensi, Djadjang pun kini dengan leluasa bisa meramu timnya. Strateginya bisa lepas tanpa ada tekanan atau kendala dari manajemen. PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) juga menjamin tidak akan menghantui Djadjang dengan permasalahan khas sepakbola Indonesia saat ini. Yakni, tunggakan gaji.

Manajemen sehat, tak ada intervensi, dan Djadjang fokus ke tim. Juara, tunggu apalagi?




4. Peta Juara Liga Indonesia Yang Selalu Berganti

"Tak pernah ada klub yang mampu menjadi juara dua kali berturut-turut di liga Indonesia".
Tak hanya fakta, kalimat tersebut adalah misteri yang belum juga terpecahkan sampai detik ini.

Sejak PERSIB menjadi juara musim 1994-1995, juara silih berganti tiap tahunnya. Tak ada satu pun klub yang mampu mempertahankan gelarnya. Termasuk era Indonesia Super League (ISL) yang dimulai musim 2008-2009 lalu.

Peluang itu kini ada bagi PERSIB. Berdasarkan misteri tadi, Persipura jelas sudah tercoret dari para perebut tahta. Kalau boleh mengerucutkan, mungkin tinggal Arema, Sriwijaya FC dan kuda hitam Persebaya Surabaya yang akan menjadi pesaing merebut juara Maung Bandung musim depan.

Tim bertabur bintang seperti Mitra Kukar memang boleh dimasukkan dari daftar pesaing. Tapi fakta yang ada dari daftar pemegang juara menyebutkan, tak ada satu pun klub asal Kalimantan yang pernah merasakan panggung utama pembagian trofi. Sudah 16 kali penyelenggaraan, trofi hanya berputar-putar di Jawa, Sumatera, Papua dan sekali hijrah di Sulawesi.

Hal lainnya, Persipura bisa kita jadikan patokan. Setelah Mutiara Hitam menjadi jawara, perebut trofi selalu berganti yakni Persik Kediri, Arema dan Sriwijaya. Dua dari pulau Jawa, satu Sumatra. Bahkan kalau anda percaya mitologi warna, bisa saja gelar juara tersebut mampir ke PERSIB kali ini. Warna ungu Persik, adalah campuran dari warna biru Arema dan kuning Sriwijaya. Biru dan Kuning adalah warna di logo PERSIB, klub yang jelas ada di Jawa. Klub Jawa dan warna biru juara setelah Persipura? Hmm kita lihat nanti.



0 Bobotoh Riders:

Posting Komentar

<a href=""></a>